NUANSA ILMU

Situs yang bernuansa ilmu untuk semua informasi tentang pendidikan olahraga, kesehatan, sosial, bisnis, pariwisata, serta teknologi

Nuansa ilmu. Diberdayakan oleh Blogger.

ONE STOP INFO

Custom Search
TSelasa, Desember 29, 2015

Karya Ilmiah Perkembangan Remaja dan Fenomena Waria

Nuansa ilmu - Perkembangan remaja merupakan merupakan proses dimana remaja mengalami perubahan dari berbagaisegi missalkan segi fisik maupun mentalnya. Fenomena Waria itu sendiri merupakan penyimpangan yang dilakukan sejumlah masyarakat akibat kelainan jiwa.
Dibawah ini merupakan contoh corat coret mengenai perkembangan remaja dan fenomena waria

perkembangan remaja






Perkembangan Remaja dan Pandangan Masyarakat terhadap Waria
A. Konsep remaja 
1. Pengertian
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata lain adolecere (kata belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1999). Istiliah adosecence seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.
Piaget (dalam Hurlock, 1999), mengatakan bahwa secara psikologis masa remaja adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia diman anak tidak merasa di bawah tingkat orang- orang yang lebih tua, melainkan berada di dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Lebih lanjut Hurlock (1999) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanan-kanan ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum. Masa remaja ini berlangsung dari usia 13 tahun hingga 17 tahun.
2. Ciri-ciri remaja
Hurlock (1999) menyebutkan bahwa remaja memiliki ciir-ciri sebagai berikut :
a. Masa remaja sebagai periode yang penting
Remaja mengalami perkembangan fisik dan mental yang cepat dan penting dimana semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.
b. Masa remaja sebagai periode peralihan
Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan
Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesar. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilakujuga menurun.
d. Masa remaja sebagai usia bermasalah
Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan.
e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
Pencarian identitas dimulai pada akhor masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi remaja, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.
f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan
Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.
g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja pada masa ini melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagai apa adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Semakin tidak realistic cita-citanya maka ia semakin menjadi marah. Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalai ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.
h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa
Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bajwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks, mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan.

3. Perkembangan remaja
Perkembangan remaja meliputi perkembangan fisik, sosial, emosi, moral dan kepribadian (Hurlock, 1999).
a. Perkembangan fisik remaja Seperti pada semua usia, dalam perubahan fisik juga terdapat perbedaan individual. Perbedaan seks sangat jelas. Meskipun anak laki-laki memulai pertumbuhan pesatnya lebih lambat daripada anak perempuan. Hal ini menyebabkan pada saat matang anak laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Setelah masa puber, kekuatan anak laki-laki melebihi kekuatan anak perempuan. Perbedaan individual juga dipengaruhi oleh usia kematangan. Anak yang matangnya terlambat cenderung mempunyai bahu yang lebih lebar dari pada anak yang matang lebih awal (Hurlock, 1999).
b. Perkembangan sosial Salah satu tugas perkembangan remaja yang tersulit adalah yang berhubungan dengan penyesuaian sosial. Remaja harus menyesuaikan diri dengan lawan jenis dalam hubungan yang sebelumnya belum pernah ada dan harus menyesuaikan dengan orang dewasa di luar lingkungan keluarga dan sekolah (Hurlock, 1999). Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Yang terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin (Hurlock, 1999).
c. Perkembangan emosi Masa remaja ini biasa juga dinyatakan sebagai periode “badai dan tekanan”, yaitu suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya perubahan emosi ini dikarenakan adanya tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Pada masa ini remaja tidak lagi mengungkapkan amarahnya dengan cara gerakan amarah yang meledak-ledak, melainkan dengan menggerutu, atau dengan suara keras mengritik orang-orang yang menyebabkan amarah.
d. Perkembangan moral Pada perkembangan moral ini remaja telah dapat mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak (Hurlock, 1999). Pada tahap ini remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku khusus dimasa kanak-kanak dengan prinsip moral yang berlaku umum dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya (Hurlock, 1999).
e. Perkembangan kepribadian Pada masa remaja, anak laki-laki dan anak perempuan sudah menyadari sifat-sifat yang baik dan yang buruk, dan mereka menilai sifat-sifat ini sesuai dengan sifat teman-teman mereka. Mereka juga sadar akan peran kepribadian dalam hubungan-hubungan sosial dan oleh karenanya terdorong untuk memperbaiki kepribadian mereka (Hurlock, 1999). Banyak remaja menggunakan standar kelompok sebagai dasar konsep mereka mengenai kepribadian “ideal”. Tidak banyak yang merasa dapat mencapai gambaran yang ideal ini dan mereka yang tidak berhasil ingin mengubah kepribadian mereka (Hurlock, 1999).

B. Fenomena Waria
Fenomena kaum waria merupakan suatu paparan nyata yang tidak dapat ditolak eksistensinya di masyarakat. Sayang belum banyak orang yang mengetahui seluk beluk kehidupan kaum waria yang sesungguhnya. Kebanyakan dari orang-orang itu hanyalah melihat dari kulit luar semata. Lebih disayangkan lagi, ketidaktahuan mereka atas fenomena tersebut bukannya membuat mereka mencoba belajar tentang apa, bagaimana, mengapa, dan siapa dia, melainkan justru melakukan penghukuman dan penghakiman yang sering kali menjurus pada tindakan biadab dan mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan.
Berbicara masalah waria adalah berbicara tentang seksualitas. Disinilah kita semakin melihat betapa kompleksnya berbicara tentang waria. Ia tidak saja berdiri didepan kaca biologi, psikologi, medis, sosiologi, politik, ekonomi, tetapi juga berdiri diambang pintu keagamaan seksualita manusia kontemporer dan itu adalah dirinya sendiri.
    Kehadiran waria sebagai salah satu jenis kelamin ketiga memang masih menjadi perdebatan hingga saat ini. Hal ini memicu adanya berbagai macam pandangan dan perspektif tentang waria. Semua itu mencerminkan betapa kompleksnya permasalahan waria itu.
  Berbicara tentang waria, kita tidak bisa melepaskannya dari fenomena sosial yang ada dalam masyarakat, yakni bagaimana sebenarnya waria berinteraksi dengan masyarakat luas serta implikasi yang ditimbulkan dari sikap masyarakat yang terkesan ambigu karena ambivalensi sikap masyarakat terhadap waria.
    Hal ini menjadi dilemma tersendiri bagi waria. Di satu sisi, masyarakat tidak membuka kesempatan pendidikan, kehidupan yang layak dan pekerjaan bagi waria, namun di sisi lain, seiring dengan menjamurnya prostitusi waria, stereotype masyarakat yang sering ditujukan pada waria adalah bahwa waria identik dengan prostitusi.
 
Keberadaan waria sebagai mahluk yang kurang sempurna, secra fisik maupun psikis. Untuk lebih jelasnya lagi Waria sendiri ada bermacam-macam gejalanya, yaitu:
a. Homoseksual
Homoseksual adalah relasi seks dengan jenis kelamin yang sama, atau rasa tertarik dan mencintai jenis seks yang sama secara perasaan atau secara erotik, baik secara predominsn maupun ekslusif terhadap orang-orang yang berjenis kelamin sama, dengan atau tanpa hubungan fisik. Jadi pada intinya homoseksual merupakan seorang laki-laki yang normal dari segi fisik maupun psikisnya. Dia tetap merasa kalau dirinya adalah laki-laki sehat, akan tetapi orientasi seksualnya yang bermasalah atau mengalami gangguan, yaitu ketertarikannya terhadap sesama laki-laki lebih dominan.
Yang membedakan homoseksual dengan waria adalah dalam segi berpakaian dan berpenampilan, seorang homoseks tidak perlu berpenampilan selayaknya penampilan seorang perempuan.
Munculnya gejala perilaku homoseksual ada yang berpendapat bahwa hanya merupakan tren atau gaya hidup dari masyarakat modern. Jadi problem perilaku homoseksual merupakan sebab dari faktor lingkungan.

b. Hermafrodit
Hermafrodit adalah keadaan ekstrem interseksualitas dengan gangguan perkembangan pada proses pembedaan kelamin, apakah akan dibuat perempuan atau laki-laki. Pada kelompok hermafrodit kesulitan utama adalah ketika ia harus ditentukan jenis kelaminnya, laki-laki atau perempuan.
Waria hermafrodit jelas secara fisik-biologis dia mengalami kelainan. Pada kenyataannya keberadaan kaum hermafrodit merupakan cacat yang diderita semenjak lahir (karena berkaitan dengan fisik) dan bisa dikembalikan normal sesuai dengan jenis kelaminnya. Dalam kasus hermafrodit, para medis menyatakan bahwa setiap 20.000 kelahiran akan selalu didapati kasus semacam ini.
            Hermafrodit sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Hermafrodit Sejati, adalah keadaan bahwa seseorang mempunyai alat kelamin dalam perempuan dan alat kelamin laki-laki sekaligus.
2. Hermafrodit Palsu, adalah seseorang yang memiliki alat kelamin dalam, dari satu jenis kelamin, namun beralat kelamin luar, dari jenis kelamin lawannya. Hermafrodit palsu ini ada tiga macam, yaitu:
·         Pseudohermafrodit laki-laki bersifat laki-laki (Masculinizing male pseudohermafrodi)t. Secara umum tampak seperti laki-laki atau seperti perempuan, memiliki testis yang tidak sempurna, alat kelamin luar meragukan tetapi kira-kira penis, payudara tidak berkembang, tubuh berambut seperti laki-laki.
·         Pseudohermafrodit laki-laki bersifat perempuan (Feminizing male pseudohermafrodit). Secara umum tampak seperti perempuan, payudara berkembang. Ada yang mempunyai perilaku seks seperti perempuan, meskipun tanpa sadar, jelas mempunyai testis tanpa jaringan ovarium tetapi kurang sempurna karena rangsangan feminisasi, penisnya menyerupai klitoris yang besar, tidak terdapat haid karena tidak ada jaringan ovarium.
·         Pseudohermafrodit perempuan. Secara umum tampak seperti laki-laki, alat kelamin luar meragukan, mempunyai ovarium akan tetapi tidak sempurna.
Dengan demikian hermafrodit termasuk dalam kelainan seksualitas jika dilihat dari kacamata biologis-medis. Seperti yang telah dijelaskan bahwasanya hermafrodit disebabkan oleh kelaianan ketidak seimbangan hormon saat lahir.
           
c. Transvetisme
Transvetisme adalah sebuah nafsu yang patologis untuk memakai pakaian dari lawan jenis kelaminnya. Dan dia akan mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian dari jenis kelamin lainnya.
Dalam transvetisme yang lebih ditonjolkan adalah kepuasan seks seseorang yang didapat dari cara berpakaian yang berlawanan dengan jenis kelaminnya. Jika seseorang itu berjenis kelamin laki-laki maka ia akan mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian perempuan. Sebaliknya, jika seseorang itu berjenis kelamin perempuan, ia akan mendapatkan kepuasan seks hanya dengan memakai pakaian laki-laki. Pakaian baginya adalah sebaga alat untuk meningkatkan dan menimbulkan gairah seks.
Seorang transvetis yang diserang pada umumnya adalah daya khayalnya, yakni bahwa dengan imajinasi dan intuisi melalui cara berpakaian lawan jenisnya, ia merasakan sebuah kenikmatan seksual. Disini seorang transvetisme tetap berusaha untuk mempertahankan identitas kelaminnya, meski ia memakai pakaian yang bukan untuk jenisnya.
Dengan demikian transvetisme termasuk dalam gangguan psikoseksual parafilia yang sampai saat ini belum dapat diketahui penyebabnya.
           
d. Transeksual
Pada waria, sebagai seorang transeksualis, memiliki karakteristik yang berbeda. Seorang transeksualis, secara jenis kelamin sempurna dan jelas, tetapi secara psikis cenderung menampilkan diri sebagai lawan jenis. Transeksual lebih banyak dialami oleh kaum laki-laki dibanding kaum perempuan.
Kaum transeksual adalah kondisi psikis bukan dari pakaian yang mereka kenakan, sehingga kaum transeksual sering dianggap sebagai orang yang terjebak pada jenis kelamin yang salah karena identitas kelaminya yang terganggu.
Sebagai gejala transeksualisme, yakni gejala merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya, keinginan untuk menggubah jenis kelaminnya lebih banyak ditentukan oleh factor psikis. Maka berbagai cara dilakukan untuk mengubah dirinya menjadi seorang perempuan.
Adapun ciri-ciri kaum waria transeksual adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi transeksual harus sudah menetap minimal 2 tahun dan merupakan gejala dari gangguan jiwa lain seperti skizofrenia, atau berkaitan dengan kelaiana intersesk, genetic atau kromosom.
b. Adanya hasrat untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari lawan jenisnya biasanya disertai perasaan risih dan ketidakserasian anatomi tubuhnya.
c. Adanya keinginan untuk mendapatkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan jenis kelamin yang diinginkan.
Pada waria transeksual pun masih dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :
a. Transeksual yang aseksual, yaitu seorang transeksual yang tidak berhasrat atau tidak mempunyai gairah seksual yang kuat.
b. Transeksual homoseksual, yaitu seorang transeksual yang memiliki kecenderungan tertarik pada jenis kelamin yang sama sebelum ia sampai ke tahap transeksual murni.
c. Transeksual yang heteroseksual, yaitu seorang transeksual yang pernah menjalani kehidupan heteroseksual sebelumnya.

Ada yang berasumsi  bahwa keberadaan waria lebih banyak didominasi oleh factor lingkungan, maka ada kemungkinan bagi waria itu untuk bisa sembuh dan menjadi laki-laki atau perempuan normal, sesuai dengan kondisi fisiknya. Namun bila keberadaan mereka lebih banyak didominasi oleh factor hormonal dan kromosom, maka mereka memang diciptakan sebagai mahluk yang tidak sempurna, sebagai laki-laki ataupun perempuan.
Waria saat ini bukanlah suatu kelompok yang homogen. Ciri-ciri kelainan seksual mereka bermacam-macam, bahkan kemungkinan mereka sekaligus menderita kelainan seksual yang lain, baik yang bersifat psikologis maupun biologis.
Sejak kelahirannya waria memang penuh dengan konflik. Pada mulanya mereka dihadapkan pada dua pilihan, menjadi laki-laki atau perempuan. Kedua pilihan ini membawa konsekuensi masing-masing. Konflik lain pun muncul ketika mengadakan kontak dengan masyarakat sekelilingnya yang penuh dengan norma dan hukum.
Persoalan utamanya bukan bagaimana agama menolak atau menerima, seperti penjahat harus dihukum. Meletakkan waria dalam konteks agama, mengandung dua hal, yaitu agama sebagai sebuah hukum yang diharapkan mampu memberi ruang kepada waria, serta masyarakat muslim sebagai sebuah masyarakat yang juga diharapkan memberi ruang kepada waria.
Dua hal di atas bisa parallel atau bisa berbeda sama sekali. Pengakuan hukum agama, tidak selalu diikuti penolakan untuk hidup berdampingan antara masyarakat muslim dengan waria. Penghargaan sosial, jauh lebih penting di dalam hidup sebagai waria.
Melalui penghargaan sosial semacam itu, produk agama akan lebih jernih di dalam melihat persoalan substansial kaum waria, di banding melihat hukum waria sebagai “hitam-putih”. Meskupin waria ditolak dalam wilayah hukum agama, apakah seluruh perbuatan baiknya menjadi hancur di mata Tuhan.
Bila penolakan agama terhadap waria yang ditonjolkan, maka hampir pasti secara sosial waria akan semakin tidak mendapat tempat di dalam masyarakat. Selama ini sikap yang tercermin di dalam masyarakat sengat dipengaruhi oleh konstruksi pemahaman keagamaan mereka.
Ajaran agama diwahyukan Tuhan untuk kepentingan manusia. Dengan bimbingan agama ini diharapkan manusia mendapatkan pegangan benar dalam menjalani hidup dan membangun peradabannya. Dengan artian agama sesungguhnya diwahyukan untuk manusia, bukan manusia tercipta untuk kepentingan agama.
Dalam konteks kehidupan masyarakat, kecenderungan beragama dengan titik tekan pada penghayatan nilai-nilai kemanusiaan yang dianjurkan oelh agama, perlu mendapatkan apresiasi dan penekanan. Karena hikmah hidup beragama haruslah bermuara pada komitmen untuk menjujung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, tanpa harus dihambat oleh sentiment kelompok, golongan, ras dan gender.
Dapat dilihat sebenarnya islam sebagai sebuah ajaran agama bukan hanya mampu memotret realitas, tetapi juga mampu melakukan perubahan dalam kehidupan manusia, jika ajarannya benar-benar dipahami dalam konteks masyarakat yang plural. Karena islam sangat menjunjung tinggi hak asasi manusia. Suatu pemilikan yang sah, asasi adalah hal yang amat berharga yang dimiliki oleh setiap individu sejak lahir didunia tanpa memandang perbedaan ras, suku, maupun agama, baik itu hak untuk menikmati kehidupan, kebebasan beragama dan tidak beragama, hak untuk menikmati anugerah alam, hak untuk menikmati anugerah hidup dan hak untuk memilih antara hak laki-laki taupun perempuan.
Dalam konteks waria, yang diperlukan sebenarnya adalah bagaimana kita mampu memandang dan mengakui keberadaan waria sebagai manusia yang mempunyai hak-hak yang sama, hak untuk merdeka, hak untuk beragama, hak dalam pendidikan, hak untuk berpolitik, dan juga hak untuk mendapatkan penghargaan dalam ruang sosial.




REFERENSI:
Gunawan, FX. 2000. refleksi atas kelamin; potert seksualitas manusia modern. Magelang. Indonesia tera.
 Kartono, kartini, 1990, psikologi abnormal dan abnormalitas seksual. Bandung. CV. Bandar maju.
 Hawaari, Dadang. 1997. Al-qur’an dan Ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa. Yogyakarta. PT dana bhakti prisma yasa.

 


Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "Karya Ilmiah Perkembangan Remaja dan Fenomena Waria"

 
Copyright © 2015 NUANSA ILMU - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top