NUANSA ILMU

Situs yang bernuansa ilmu untuk semua informasi tentang pendidikan olahraga, kesehatan, sosial, bisnis, pariwisata, serta teknologi

Nuansa ilmu. Diberdayakan oleh Blogger.

ONE STOP INFO

Custom Search
TSelasa, Desember 01, 2015

POLEMIK SALING COKOT, BUKA TABIR BURUK PT FREEPORT

DUNIAHARIINI - Ketua Komisi VII DPR Mulyadi menilai, munculnya polemik yang menyeret PT Freeport Indonesia membuka mata DPR bahwa selama ini pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang ada di Papua oleh Freeport dilakukan dalam permainan gelap.

Diketahui, ramainya pembahasan soal PT Freeport ini diawali dari laporan Menteri ESDM Sudriman Said, soal rekaman catut nama presiden dan wakil presiden yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto.

Menurut Mulyadi, ramainya pembicaraan masalah Freeport tersebut kedepannya harus transparan layaknya kaca, mulai dari proses perizinan sampai pembagian sehingga tidak ada lagi yang berminat untuk bermain di wilayah gelap.

“Harus transparan kedepannya, sehingga tidak ada lagi yang berminat atau berani bermain di wilayah-wilayah gelap seperti yang terjadi selama ini dengan Freeport," ujar Mulyadi saat akan menggelar rapat bersama Menteri ESDM Sudirman Said di Komplelks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/12/2015).

"Selama ini semua yang berkaitan dengan Freeport tidak pernah jelas. DPR terutama Komisi VII luput masalah substasi yang krusial terkait Freeport dan dengan kegaduhan ini, membuat kita akan semakin aware atau waspada," sambungnya.

Dia menegaskan, kedepannya DPR terutama Komisi VII akan meningkatkan pengawasan. "Dengan hebohnya masalah Freeport, kita makin banyak bahan karena komentar-komentar para pakar, pengamat dan masyarakat," tegasnya.

Semua bahan yang terungkap dan disorot oleh masyarakat kata dia, akan menjadi referensi untuk pembahasan revisi Undang-undang (UU) Mineral dan Batu bara (Minerba).

Pasalnya Mulyadi mengungkapkan, banyak hal yang sebelumnya Komisi VII tidak tahu  sekarang menjadi terbuka. "Semua bahan ini semakin membuat kita aware akan masalah ini dan bahan ini juga momentumnya akan kita gunakan dalam rencana revisi UU Minerba," tuturnya.

Dia juga mengatakan ramainya kasus Freeport ini akan membuat DPR tegas kepada pemerintah untuk melaksanakan berbagai kebijakan mulai dari perda, PP sampai aturan perundangan. DPR sendiri sudah kerap mengingatkan pemerintah untuk menindak Freeport menjalankan berbagai peraturan di Indonesia.

“Kita akan tekan pemerintah untuk tegas menjalankan berbagai peraturan yang ada kepada PT Freeprot termasuk mengenai pembangunan smelter untuk mengolah hasil tambang di Indonesia yang diamanatkan dalam UU bahwa sejak awal 2015 kemarin mereka sudah harus menyediakan smelter," ucapnya.

Kedepan lanjut dia, Komisi VII tidak akan lagi menerima alasan yang dibuat Freeport terkait Freeport yang tidak bisa mengolah hasil tambang karena kurangnya smelter di Indonesia sehingga harus diolah di luar negeri.

Menurut Mulyadi, Freeport memanfaatkan ketidaktegasan pemerintah dalam mengolah hasil tambang di Indonesia, sehingga Indonesia tidak bisa benar-benar tahu apa dan berapa yang dihasilkan dari tanah Papua itu.

"Sejak awal kami sudah meminta bahwa hasil tambang harus dipisahkan dan dimurnikan di Indonesia. Saat ini dari 3.000 ton hasil produk Freeport, hanya 1.000 ton yang diolah di Gresik Indonesia. Sisanya yang 2 juta ton diolah di Spanyol,” jelas Mulyadi.

Dia menilai, dengan kondisi tersebut jelas pemerintah tidak bisa mengontrol berapa dan apa yang dihasilkan Freeport. "Sekarang yang kandungannya  mengandung emas semuanya diolah di Spanyol. Yang kandungan tembaga diolah di Gresik," ungkapnya.

"Kedepan semua proses pemurnian harus dilakukan di Indonesia dan tidak ada lagi toleransi bagi Freeport untuk tidak mengolah hasil tambangnya di Indonesia," imbuhnya.

Menurutnya, jika pemerintah tidak juga tegas membela NKRI dan menegakan aturan, dia pun menyarankan agar pemerintah mengeluarkan Perppu yang isinya membatalkan kewajiban pembangunan smelter.

"Ini bertentangan dengan UU, kalau memang mau menghalalkan ini dan tidak mau membela NKRI, terbitkan saja Perppu biar ada legalitasnya. Selama ini kita dirugikan hanya mendapatkan 1 persen saja dari hasil usaha Freeport dan baru di era SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) itu dinaikkan menjadi 3.5 persen," ucap Mulyadi.

Maka itu atas dasar pertimbangan semua hal ini, Mulyadi menganggap wajar jika kemudian muncul usulan-usulan pembentukan panja atau pansus Freeport.

"Kita ingin tahu sedetail-detailnya dari semua yang terlibat. Makanya usulan pembentukan Panja atau Pansus Freeport menjadi wajar saja," tandas Mulyadi.
Bagikan :
+
Previous
Next Post »
0 Komentar untuk "POLEMIK SALING COKOT, BUKA TABIR BURUK PT FREEPORT"

 
Copyright © 2015 NUANSA ILMU - All Rights Reserved
Template By Kunci Dunia
Back To Top